Keunikan Candi Sukuh, candi terakhir diera Majapahit yang terletak di Lereng Gunung Lawu, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah telah memberikan inspirasi yang begitu hebat bagi seniman-seniman tanah air dan mancanegara untuk menciptakan karya-karya mereka. Candi yang terletak diketinggian 1500 m ini, juga dijadikan oleh para seniman tersebut untuk tempat pementasan karya seni mereka dalam sebuah pagelaran yang bertajuk Srawung Seni Candi. Menurut penggagas acara Srawung Seni Candi yaitu Suprapto Suryodarmo atau yang akrab dipanggil dengan Mbah Prapto, dipilihnya Candi Sukuh sebagai venue acara bukan hanya sebatas karena keindahan bentuk bangunan Candi Sukuh Semata. Dari segi Tehnis, Candi sukuh lebih mudah dijangkau oleh para penonton daripada candi-candi lain di Lereng Gunung Lawu. Candi ini secara fisik juga mempunyai ruang terbuka yang luas dan tempat-tempat yang berbentuk panggung dengan ragam hias bebatuan yang sangat artistik sebagai latar belakang sajian pertunjukan seni.
Kisah Babad yang dibawakan dengan humor segar oleh Kethoprak Ngampung dari Solo
Diluar dari segi tehnis, Candi Sukuh mempunyai kisah-kisah dalam relief dan bangunannya yang sangat kaya akan inspirasi. Mbah Prapto yang merupakan pimpinan dari sanggar seni dan budaya Padepokan Lemah Putih, sudah sangat akrab dengan atmosfer Candi Sukuh. Sejak tahun 70-an, tempat tersebut jadi tempat favorit Mbah Prapto untuk berkontemplasi, berlatih dan mencari inspirasi. Menurut Beliau, ada beberapa makna semiotik penting yang bisa dibaca dari keberadaan candi sukuh. Dari pahatan Lingga dan Yoni yang tergambar begitu nyata, Candi Sukuh menuturkan tentang kesuburan dalam peran pentingnya untuk menghadirkan bentuk-bentuk kehidupan baru. Hal tersebut juga terlukiskan dalam sebuah relief yang menggambarkan anatomi rahim di sisi utara candi. Kehidupan baru atau kelahiran kembali juga tergambarkan pada relief di Candi Sukuh yang menceritakan tentang Ruwatan Sudamala, sebuah upacara transformasi menuju kebaikan yang dilakoni oleh Bethari Durga.
Kolaborasi Eko Supriyanto dengan Mbah Prapto Padepokan Lemah Putih, Solo
Udara dingin berselimut kabut berkabut, ditemani rintik hujan yang datang dan pergi mewarnai jalannya Srawung Seni Candi. Kondisi cuaca tersebut tidak menyurutkan semangat para seniman-seniman untuk menggelar karya mereka di pelataran Candi Sukuh. Para penonton pun setia menikmati jalannya pagelaran seni, berlindung diantara tenda-tenda dan payung yang mereka bawa. Srawung Seni Candi menghadirkan banyak seniman kontemporer maupun tradisional yang datang dari berbagai kota dan mancanegara. Para penampil itu antara lain, Topeng Ireng (Boyolali), Djarot BD (Solo), Reyog Singo Taruno Joyo (Solo), Martinus Miroto (Yogyakarta), Eko Supriyanto (Solo), Hinaq Denga'n (Kalimantan), Chan Sze-Wei (Singapura), Norishan Osman (Singapura), Kelompok Sunya (Bandung-Jakarta), Kelompok Dapur Seni (Jepara), Diane Butler (Bali-Amerika), Suprapto Suryodarmo (Solo), David Chotjewitz (Jerman), Lynda Bransbury (Inggris), Audrey Gyurgyik (Amerika), Laura O'Brien (Irlandia), Brandon Yu (Amerika), Fitri Setyaningsih (Yogyakarta), Susan Allen (Kanada), Muslimin Bagus Pranowo (Solo), Danang Pamungkas (Solo), Ketoprak Ngampung (Solo), Karolina Nieduza (Polandia), Estefania Pifano (Venezuela), Sri Mulyani (Jawa Timur) dan Paguyuban Purnomo Sidi (Surakarta).
Tari Topeng Kontemporer oleh Martinus Miroto dari Jogjakarta
Suasana yang berkabut, hujan yang kadang turun, udara yang dingin dan keheningan alam pegunungan merupakan unsur yang memperkuat penampilan para seniman di Srawung Seni Candi. Bila dalam pertunjukan seni biasa menggunakan tata cahaya dan special efek untuk membangun suasana, dalam Srawung Seni Candi, unsur-unsur alam merupakan bagian penting yang bisa menciptakan suasana pertunjukan dan memberikan roh pada setiap pementasan. Dalam tiap-tiap sajiannya, para seniman di Srawung Seni Candi mengambil inspirasi dari bentuk dan kisah yang terdapat di Candi Sukuh. Tema yang diangkat oleh para penampil meliputi kisah-kisah seputar kesuburan dan transformasi manusia. Bagian-bagian bangunan dari Candi Sukuh tidak hanya digunakan sebatas latar belakang panggung semata. Ada interaksi antara para penampil dengan bangunan Candi Sukuh dalam satu konsep utuh penyajian karya seni. Bisa dikatakan bahwa Candi Sukuh tidak hanya sekedar bangunan yang pasif, tapi seolah ikut aktif ambil bagian dalam setiap pementasan.
Eko Supriyanto berkisah tentang transformasi melalui tariannya
Atmosfer pertunjukan semacam inilah yang memang sengaja dihadirkan oleh Mbah Prapto selaku penggagas acara Srawung Seni Candi. Menyatukan pergelaran seni dengan kemistisan Candi Sukuh beserta seluruh unsur alam yang ada, sehingga penonton tidak memandang bangunan Candi Sukuh bukan hanya sekedar bebatuan bersejarah semata. Srawung Seni Candi ingin menghidupkan kembali Candi sebagai Pusaka dan Pustaka bangsa. Sebagai Pustaka dan Pusaka bangsa, sebuah bangunan candi diharapkan mampu memberikan kisahnya, nilai-nilai yang terkandung didalamnya, sebagai insipirasi bagi generasi sekarang dalam bentuk nilai-nilai hidup dan karya. Salam Kratonpedia.
Danang Pamungkas mempersembahkan tari yang terinspirasi oleh kekokohan bebatuan Candi
Diane Butler dari Amerika menarikan kisah Ruwatan
Hinaq Denga'n persembahan dari Kalimantan
Perpaduan elok permainan cello oleh Estefania Pifano (Venezuela) dengan Seruling Makasar
Alunan Gamelan yang dimainkan oleh Brandon Yu dari Amerika
Hujan dan Kabut silih berganti menyelimuti Candi Sukuh selama pertunjukan
(teks dan foto : Stefanus Ajie/Kratonpedia)