Berkah Dari “Balung Buto”

Foto oleh : Stefanus Ajie
Pin It

Diorama_yang_menggambarkan_kegiatan_manusia_purba_yang_sedang_berburu.jpg

Kisah ini berawal  dari sebuah era di akhir abad ke 19, di sebuah daerah bernama Sangiran.  Desa tandus bertanah kapur tersebut mempunyai sebuah keistimewaan tersendiri  karena  banyak ditemukan Balung Buto di sana.  Balung Buto atau Tulang Raksasa ini adalah tulang-tulang yang membatu dan ukurannya sangat  besar diluar lazimnya ukuran tulang pada umumnya.  Dalam mitologi Jawa yang bersumber pada kisah pewayangan, Buto atau Raksasa adalah sosok yang mempunyai kekuatan super, diatas kemampuan rata-rata manusia biasa. Walaupun sering dikonotasikan dengan kekuatan Jahat, Buto sering juga merupakan perwujudan dari Dewa yang sedang menyamar, bisa juga merupakan perwujudan dari seorang Ksatria yang sedang terbakar amarah atau ber-tiwikrama.

Gading_Gajah_Purba_Berukuran_Sekitar_5_m.jpg   Gading gajah purba berukuran sekitar 5 meter 

Kala itu penduduk Sangiran sering kali menemukan Balung Buto tersebut secara tidak sengaja di tepian sungai, di tanah yang mereka cangkuli atau di celah-celah longsoran bukit. Mereka percaya bahwa Balung Buto adalah benda bertuah yang memiliki kekuatan magis, yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, pengusir setan, bisa dijadikan jimat kekebalan tubuh dan tolak bala. Kisah ini menarik perhatian seorang seniman ningrat yang bernama Raden Saleh. Selain sebagai seorang pelukis, Raden Saleh juga gemar mengkoleksi benda-benda antik termasuk Balung Buto dari Sangiran. Melalui lingkup pertemanannya, Raden Saleh memperkenalkan koleksi Balung Buto-nya yang tak lain adalah fosil makhluk hidup purba tersebut pada orang-orang berkebangsaan Eropa.

Mempelajari_Evolusi_Manusia.jpg   Mempelajari evolusi manusia 

Selain Eugene Dubois ilmuwan belanda yang telah lebih dahulu melakukan penelitian terhadap fosil di Sangiran, adalah Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, seorang antropolog berkebangsaan Jerman juga  melakukan penelitian di daerah Sangiran pada tahun 1930-an. Koenigswald tinggal di Desa Krikilan sekitar 10 tahun, dan dengan bantuan warga desa Ia telah banyak melakukan eksplorasi terhadap fosil-fosil yang berada disitu. Salah satu temuan pentingnya yaitu fosil Meganthropus Palaeojavanicus atau manusia raksasa dari Jawa. Kedatangan Koenigswald telah memberikan sebuah pergeseran pemaknaan mistis dari penduduk Sangiran terhadap Balung Buto, pada waktu itu.

Walaupun_Dataran_Tinggi__Sangiran_banyak_Menyimpan_Fosil_Mollusca_Laut.jpg   Walaupun dataran tinggi, Sangiran banyak menyimpan fosil Mollusca laut 

Balung Buto dimasa kini

Kini setelah lebih dari 1 abad berlalu, Sangiran telah menjadi situs arkeologi yang sangat bernilai bagi ilmu pengetahuan dan telah terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Situs purbakala yang terletak di lereng Gunung Lawu ini meliputi 2 wilayah kabupaten di Jawa Tengah, meliputi daerah Kecamatan Kalijambe, Plupuh, Gemolong di Kabupaten Sragen, dan Kecamatan Gondangrejo di Kabupaten Karanganyar. Situs purbakala Sangiran menyimpan fosil-fosil sisa kehidupan purba dari kurun waktu 2 juta tahun yang lalu, meliputi fosil manusia, hewan, serta artefak dari alat-alat yang dipakai untuk bertahan hidup. Keunikan dari Sangiran, yaitu dengan ditemukannya fosil-fosil hewan laut yang hidup pada akhir  masa Pliosen pada penggalian lapisan tanah yang paling tua. Hal ini menunjukkan bahwa Sangiran yang kini merupakan sebuah dataran tinggi,  2 juta tahun lalu masih berupa lautan.

Tesktur_Kulit_dan_Taring_dari_Fosil_Buaya_ini_Masih_Terlihat_Jelas.jpg   Tesktur kulit dan taring dari fosil buaya ini masih terlihat jelas 

Fosil dan benda-benda purbakala yang telah berhasil diekskavasi, sekarang ini tersimpan rapi di Museum Purbakala Sangiran. Museum Sangiran telah mengalami renovasi besar-besaran dalam kurun waktu 5 tahun ini, sehingga sekarang tampil sebagai sebuah wahana wisata edukasi yang lebih menarik.  Museum Sangiran menyimpan koleksi fosil manusia, mamalia darat seperti banteng, kuda nil dan harimau serta fosil dari organisme-organisme laut. Fosil gading gajah purba yang berukuran lebih dari 5 meter panjangnya, menjadi daya tarik utama di Museum Sangiran. Selain memajang fosil-fosil dan artefak purba, museum tersebut juga dilengkapi berbagai modul informasi dan diorama kegiatan keseharian manusia purba yang membantu memudahkan pengunjung dalam memahami rangkaian kehidupan manusia dan alamnya pada masa lampau. Dari artefak seperti kapak gengam, kapak perimbas, alat serpih dan alat-alat dari tulang, dapat dilihat pula bahwa manusia pada awal keberadaanya mengembangkan kemampuan dalam upaya untuk bertahan hidup, terutamanya untuk mencukupi kebutuhan makan sehingga mereka melakukan migrasi, menciptakan peralatan, tehnologi dan mulai membentuk komunitas masyararakat yang nanti akan menjadi pondasi dari semua kebudayaan yang kini ada di seluruh penjuru bumi.

Batuan_di_Sekitar_Sangiran_banyak_dimanfaatkan_menjadi_berbagai_barang_kerajinan_sebagai_souvenir_khas_Museum_Sangiran.jpg   Batuan di sekitar Sangiran banyak dimanfaatkan menjadi barang kerajinan untuk souvenir 

Museum Sangiran sebagai wahana Wisata Edukasi, juga memberikan dampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan penduduk disekitarnya. Disekitar Desa Krikilan, banyak bermunculan pengrajin batu-batuan alam yang bahan bakunya dengan mudah bisa didapatkan di daerah tersebut. Endapan lumpur sisa letusan Gunung Lawu purba yang mengeras menjadi batu, melalui tangan-tangan terampil warga di sekitar Sangiran dijadikan aneka pahatan patung yang menyerupai fosil, perhiasan, dan aneka barang kerajinan lainnya. Ada juga Watu Telo, yaitu umbi-umbian purba yang sudah memfosil yang diperjual belikan secara bebas dengan harga berkisar antara Rp 100.000 – Rp 300.000, karena begitu mudah dan banyaknya ditemukan di areal persawahan warga. Barang-barang tersebut laris manis menjadi souvenir khas bagi para pengunjung wisata edukasi Museum Sangiran. Renovasi terhadap Museum Sangiran memberikan dampak positif bagi peningkatan jumlah pengunjung sehingga makin bertambah pula gerai-gerai penjual souvernir dan warung-warung penjual makanan. Dari mitos kesaktian Balung Buto, kini keberadaan fosil-fosil di Sangiran telah menjadi sumber kemakmuran bagi penduduk disekitarnya.

Kapak_Perimbas__era_Berburu_dan_Meramu_Makanan.jpg  Kapak perimbas, era berburu dan meramu makanan 

Mitos Balung Buto sebagai jimat dan tolak bala, sekarang ini sudah bergeser pada pandangan akan manfaat secara keilmuan dan sisi ekonomisnya. Ilmu Pengetahuan yang terkandung di dalam kumpulan Balung Buto tersebut telah memikat para ilmuan dari seluruh penjuru dunia, untuk memahami hidup dan kehidupan di awal peradaban manusia. Salam Kratonpedia.

Watu_Telo__fosil_dari_umbi_umbian_yang_dijual_sebagai_souvenir.jpg   Watu telo, fosil dari umbi-umbian yang dijual sebagai souvenir

Pengunjung_Museum_menjadi_tumpuhan_rezaki_para_pedagang_souvenir.jpg  Pengunjung Museum menjadi tumpuan rezeki para pedagang souvenir 

(teks dan foto : Stefanus Ajie/Kratonpedia)

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos