Makna Ogoh-Ogoh

Xenia Veryano
Artikel oleh : Xenia Veryano
Foto oleh : http://www.embassyofindonesia.eu/sites/default/files/2_8.jpg
Pin It

            Jika dilihat dari aspek tertentu ogoh-ogoh memiliki beberapa definisi. Bagi orang awam ogoh - ogoh adalah boneka raksasa yang diarak keliling desa pada saat menjelang malam sebelum hari raya nyepi diiringi dengan gamelan bali yang disebut Bleganjur, kemudian untuk dibakar. 

            Ogoh-ogoh dibuat dari rangka kayu dan bambu sederhana, rangka tersebut dibentuk lalu dibungkus kertas. Dengan perkembangan zaman yang pesat ini ogoh-ogoh semakin berinovasi, ogoh-ogoh dibuat dengan rangka dari besi yang dirangkaikan dengan bambu yang dianyam, pembungkus ogoh-ogoh pun diganti dengan gabus atau stereofoam dengan teknik pengecatan. Tema ogoh-ogoh pun semakin bervariasi, dari tema pewayangan, modern, porno sampai politik yang tidak mencerminkan makna agama. Tema ogoh-ogoh yang diharapkan adalah sesuai dengan nilai agama Hindu yaitu tidak terlepas dari Tuhan, Manusia dan Buta Kala sebagai penyeimbang hubugan ketiganya. 

            Ogoh-ogoh merupakan cerminan sifat-sifat negatif pada diri manusia; adharma svarupa; sehingga pengarakannya berbagai lokasi di sekitar banjar atau desa, yang melewati jalan-jalan utama sehingga tampak oleh semua warga banjar yang memiliki suatu makna tersendiri. Kehidupan selalu memiliki elemen yang positif maupun negatif, hal ini selalu ada di dalam diri manusia, dan jika kita bijaksana untuk bersedia melihatnya, kita tidak akan menyangkalnya. Ogoh-ogoh yang dibangun bersama secara swadaya oleh masyarakat banjar, secara implisit, memberikan ide bagi kita semua untuk bersedia melihat sifat-sifat negatif dalam diri kita, dan menjadi terbuka akannya, bahwa hal itu bukanlah hal yang harus ditakuti, namun untuk kita lihat dan amati bersama, sehingga kita dapat memahaminya. Tradisi ini mengingatkan masyarakat Bali khususnya.

            Selain itu ogoh-ogoh diarak keliling desa bertujuan agar roh jahat yang ada di sekitar desa agar ikut bersama ogoh-ogoh. Karena roh jahat tersebut akan menganggap bahwa ogo-ogoh tersebut merupakan rumah mereka dan kemudian ikut dibakar, sebagaimana kita tahu masyrakat bali yang mayoritas beragama hindu memiliki banyak sekali Dewa, begitu pula perilaku yang jahat mereka memiliki dewa untuk hal tersebut, yaitu Dewa atau Batara Kala.

            Berat yang mereka gendong adalah sebuah sifat negatif, seperti cerminan sifat-sifat raksasa, ketika manusia menyadari hal ini, mereka tidak akan menahan elemen-elemen ini sendirinya. Mereka akan membiarkan elemen ini menjadi tiada seperti abu dan debu yang tertiup angin. Sehingga biasanya, secara tradisional, di akhir pengarakan ogoh-ogoh, masyarakat akan membakar figur raksasa ini, boleh jadi dikatakan membakar sifat-sifat yang seperti si raksasa. Ketika semua beban akan sifat-sifat negatif yang selama ini menguras begitu banyak energi kehidupan seseorang, maka seseorang akan siap memulai sebuah saat yang baru, ketika segalanya menjadi hening, masyarakat diajak untuk siap memasuki dan memaknai Nyepi dengan sebuah daya hidup yang sepenuhnya baru dan berharap menemukan makna kehidupan yang sesungguhnya bagi dirinya dan segenap semesta.

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos