Cerita Beserta Liriknya

Nabila Ernada
Artikel oleh : Nabila Ernada
Foto oleh : Nabila Ernada
Pin It

Ketika membicarakan lirik dari suatu lagu, seringkali lirik menjadi suatu faktor tersier bagi seseorang untuk berhenti melakukan kegiatannya saat menikmati lagu tersebut. Banyak orang condong memilih alunan melodi atau ritme dari suatu lagu yang menjadi faktor utama lagu tersebut menjadi hit favoritnya.


Industri musik di Indonesia kini telah berkembang, distribusi musik di radio terkadang tidak membutuhkan lirik yang “subliminal”, dan lebih jatuh ke lirik yang obvious atau straight forward. Namun, terkadang jika sedang dimobil dan mengganti frekuensi radio, dapat ditemukan lagu yang membuat anda terdiam dan mendengarkan pepatahan kata-kata yang dilantunkan. 


Lirik seringkali membuat orang memikirkan realita yang sedang dialaminya, terkadang apa yang terjadi dalam kehidupan nyata bisa di rasakan melalui lantunan lirik. Realita bertarung dengan lagu dalam otak yang membuat suatu sinkronisasi dari lirik tersebut terhadap kegiatan sehari-hari. Dan hampir setiap orang, pasti pernah mengalaminya.


Kali ini, lewat Kratonpedia. Saya akan menceritakan 3 kisah mengenai 3 orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, dari segi pekerjaan dan juga pendidikan — untuk menceritakan suatu lirik yang mereka dengar dan apakah dari lagu tersebut ada baggage yang menyangkut. Apakah ada kombinasi kata-kata dan ritme membuatnya mengulang-ulang suatu kejadian di kepalanya? 

Yang pertama, R, 20 tahun seorang penulis dan editor di media digital di Indonesia, tulisannya fokus terhadap youth movement seperti isu seksualitas dan gender, saya bertemu dengan R di pinggir jalan di daerah Jakarta Pusat dengan niat mencari nasi goreng kambing yang terbaik di Jakarta. 

Setelah memesan dua porsi lengkap dengan es teh, R mulai bercerita. Potongan lirik favorit-nya terdapat dalam lagu Bin Harlan yang berjudul “Sakit Generik”.

 Kutipan lirik dari lagu rilisan 2012 adalah:

  "Sarapan ciuman, panas bukan terang

Sendu perjalanan, rumah hanya Teman yang meninggal

Di mana hiburan? Lampu-lampu padam dalam layu malam.

Lawan terus sakitmu hingga kebal di kota Jakarta

Tawa keras sampai lupa"

 

“Saya sudah bersepakat dengan orang tua sejak lama untuk tinggal sendiri sejak usia 18 tahun. Awalnya, sebagaimana layaknya orang tua, mereka menawarkan bantuan ini itu agar saya tidak susah-susah amat, minimal selama enam bulan pertama.” cerita R, mengenai pengalaman dua tahun lalunya itu. 


“Namun pada akhirnya, saya betul-betul tinggal sendirian tanpa dukungan apapun selain moral. Dan rupanya tinggal sendirian itu ngeri. Harus berkenalan dan beramah tamah dengan tetangga kos yang tidak saya suka, harus berpura-pura dan menahan diri agar tidak terkesan terlalu menonjolkan diri, dan harus pulang ke kosan yang kosong dan tidur tanpa ada yang mengajak ngobrol, atau memaksa bersih-bersih rumah.”

“Di fase awal itu, lagu Bin Harlan ini sangat mengena bagi saya. Lagu ini, bagi saya, bercerita tentang seseorang yang mulai kebal terhadap kekhawatiran semacam tadi. Hingga lama kelamaan Jakarta tidak sakit lagi dan hidup sendirian tidak sepi lagi, karena Jakarta kota yang ramai. Yang saya harap cuma satu: saya tidak hilang harapan seperti protagonis lagu tersebut.”

 

Setelah R, saya bertemu teman dekat saya T, she works as a fashion editor di media digital Indonesia — kami bertemu di suatu cafe di Jakarta Selatan sepulang dia kerja. Tanpa basa basi, T langsung melanturkan judul lagu dari band lokal Jakarta, “Beda Hari Raya” kata T, “it’s by the band Feast, band teman gue sendiri — jadi kurang lebih, gue dengar sih itu curhatan vokalisnya”

“Gue suka banget liriknya, the whole song in general. Ada satu bagian, dimana si vokalis teriak Aku Sayang Kamu! — benar-benar pernyataan yang lantang. Menurut gue, itu manis banget, benar-benar ngena.”

 

  “Adzan ini tak selantang, gemar rinduku padamu

dupa ini tak sekuat aroma kasihku padamu.” 

 

Salah satu penggalan lirik dari band stoner-rock Jakarta yang rilisan lagunya masih beredar di internet. “Buat gue ini sweet banget, gimana sih… lo mau menantang semua orang buat cinta lo ke cewek lo yang beda agama, beda keyakinan. Kesannya kaya persetan dengan segala hal, gue sayang sama dia. Yaudah”

 

  “Sumpah terhadap Tuhan-mu dan Tuhan-Ku

Cintaku sejernih air wudhu

Baptis aku dengan kasih-mu

Aku sayang kamu”


“Buat gue ini ngena banget (re: lirik di atas). OMG! Ini so sweet banget, mungkin ini agak cheesy, tp kalau dinanyiin itu gak cheesy itu — justru suatu pernyataan yang sangat berani.

Rona pipi T pelan-pelan berubah ke shade yang lebih pink. Saya tanya balik mengapa pernyataan itu dibilang berani.“Ya, lo benar-benar buka-bukaan, namanya orang terkadangankan susah gak sih menyatakan isi hati? Kadang-kadang jujur ke diri sendiri aja susah, apalagi untuk orang lain kan? Dan di sini tuh, dia bener-benar deklarasi ke dunia, bahwa dia sayang ke ceweknya, I love every part of the lyrics. maybe I'm a cheesy person deep down.”

Sebelum saya bisa bertanya lagi, T menambahkan “dan yang membuat buat lebih amazed lagi adalah, I’m experiencing to me right now.”

I never thought it would be, but turns out, jadi nongol di otak gue, awalnya gue dengar dan mikir wah sabi lagu ini, terus gue berpikir akan so nice kalau ada yang menanyikan lagu ini ke gue, terus kalau kejadian gimana, eh ternyata kejadian.” - T menjelaskan korelasi lagu Beda Hari Raya dengan kehidupan personal dia saat sekarang.

Setelah berbicara mengenai banyak hal, saya tutup dengan menanyakan apakah lirik dalam bahasa dalam negeri bisa catch up dengan lirik mancanegara. T menjawab dengan menyatakan bahwa enggak kalah keren, “gue belum nemu lagu luar yg bicara mengenai isu ini, beda kultur, beda ajaran, diluar it’s fine apabila beda agama, untuk disini, liriknya jadi sangat relevan, rasanya pun beda.”

 

Ketika T mungkin mengkorelasikan kehidupan percintaan dia, teman saya bernama A mengarah lebih ke segi keluarga. A adalah teman sekampus saya, mahasiswi di universitas negeri di Jakarta, A menikmati gigs band/musisi lokal dalam waktu luangnya. Sambil melanturkan senyuman, A menjawab pertanyaan saya dengan lagu dari duo folk Banda Neira, dengan judul Pangeran Kecil.

“Gue suka banget lirik dari Pangeran Kecil, lo tau novel The Little Prince? Jadi lagunya tentang that novel, but what I really lke is that it comes form a perspective of a mother yang nanyi ke anaknya, jadi adem gimana gitu, enak untuk di dengar.”

A melanjutkan ceritanya, “gue pingin kalau gue punya anak, gue membacakan buku itu ke dia. Jadi ketika mendengarkan lagu itu, emang kebawa senang.”

Sambil duduk berhadapan di ruangan kosong, saya tanya lagi ke A apakah ada baggage tambahan, “Is there any correlation towards your childhood? Apakah kamu mengalami yang sama dengan your own mother? 

“Sebenarnya, tidak, I didnt experience that from my mother, jadi itu yang gue mau untuk anak-anak  gue nanti.

 

   “Lelah kan menidurkan matamu

Singgahlah ke tempat tertentu

Yang menyapamu didalam ruang dan tidurmu”

 

It’s so nice, bikin adem, ya?” A menambahkan sambil tersenyum. Ketika kita usai membicarakan penggalan lirik A, saya lanjut menanyakan apakah A lebih menikmati lirik berbahasa Indonesia atau berbahasa Inggris. 

“Gue lebih suka bahasa Indonesia — Indonesia is very rich in their diction, to craft in such way to have emostions and all, itu susah, banget. So much harder than English.”

“Makanya ketika mendengar sebuah band ataupun musisi dengan lirik bagus, jatuhnya akan bagus banget — much more poetic.” Pertama kali A merasakan lirik Indonesia yang blew her mind, ada di band Sore dan Efek Rumah Kaca. “Mereka bagus, ketika mau di bandingkan dengan skena musik tipikal Indonesia, yang bisa dipilang rada alay.” tambah A.

“Are you referring to the pop music di Indonesia sekarang? Karena yang saya cerna daritadi, musik-musik yang kamu pilih bisa dikategorikan apa yang orang lain suka menglabel “indie”. 

 

A menjawab dengan membedakan industri pop musik di Indonesia dengan yang mungkin beredar di individualized record. “I say the indie scene puts more feelings, sedangkan industri pop tidak terlalu memikirkan pemilhan kata, disitu dimana mereka jatuh alay.”

A menjawab dengan membedakan industri pop musik di Indonesia dengan yang mungkin beredar di individualized record. “I say the indie scene puts more feelings, sedangkan industri pop tidak terlalu memikirkan pemilhan kata, disitu dimana mereka jatuh alay.” 

Melihat dari tiga cerita diatas, saya jadi teringat dengan teman saya D. Yang mengalami patah hati selama dia sedang di Eropa

“Gue gak paham tentang relationship, tapi akhirnya gue paham hubungan tanpa status yang jelas will hurt”  — kata D, chat saya lewat sosial media dan dimana dia juga bilang bahwa dia terus menerus mendengarkan lagu yang sama, yaitu Desember karya Efek Rumah Kaca. 

 

“Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi

Dibalik awan hitam

Smoga ada yang menerangi sisi gelap ini

Menanti.Seperti pelangi setia

Menunggu hujan reda

Aku selalu suka sehabis hujan dibulan desember”

 

D adalah tipe teman saya, yang jarang sekali melankolis — jadi dengan dia bercerita mengenai hal seperti ini, saya kaget. “Dengerin ERK, is like telling myself that when everytime something bad happens to me — this too shall pass.”

— 

Lirik, lirik memang sesuatu yang sangat berpengaruh. Lirik bisa mengocok emosi yang bahagia, sedih, takut bahkan memicu emosi yang di-inginkan untuk masa depan. Tapi ada sesuatu yang sangat kualitatif dibalik suatu pemilihan bahasa, ada kalimat atau kata yang lebih tepat menggunakan suatu bahasa tertentu dibandingkan bahasa lainnya.


Walaupun Bahasa Inggris mungkin diterima lebih secara internasional — tapi sebagaian musisi Indonesia memilih menggunakan Bahasa Indonesia karena ada ungkapan yang lebih nyaman dengan bahasa Indonesia. 


Menurut saya, sama hal-nya dengan pemilihan kata untuk menyatakan perasaan. “Saya sayang sama kamu” memberi kesan lebih mendalam daripada mengatakan sekedar “I love you”, seharusnya musisi Indonesia bangga bahwa mereka bisa memilih satu dari beragam bahasa Indonesia untuk dituturkan secara indah atau dielaborasikan kedalam karya mereka.


— —

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos