Sanggar Tari Padneçwara dan Perjalananya

Gabriella Astiti Harsanti
Artikel oleh : Gabriella Astiti Harsanti
Foto oleh : Suryo Brahmantyo
Pin It

Cerita ini menggambarkan kekuatan cinta seorang istri yang memegang teguh kesetiaan terhadap suaminya. Ialah Dewi Savitri, putri dari Raja Aswapati yang berkesempatan untuk memilih jodohnya sendiri. Alkisah pemuda pilihannya, Satyawan, tidak dapat berumur panjang. 12 bulan setelah mereka menikah dan mereka pun belum dikaruniai anak, sang suami sudah meninggal. Disitulah Savitri menunjukan kesetiaan cinta terhadap suaminya yang sudah meninggal, hingga para dewa pun luluh kepadanya.

Ibarat cerita ini, kesetiaan sesungguhnya tersirat jelas dalam diri seorang Retno Maruti yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk seni tari. Bersama suaminya, Sentot Sudiharto, seorang maestro tari juga, mendirikan sanggar tari Padneçwara (baca: Padneswara). Lakon Savitri itulah yang menjadi pagelaran tari untuk memperingati anniversary Padneçwara yang ke 35 di tahun 2011 kemarin. Pertunjukannya sendiri digelar pada 30 April dan 1 Mei 2011 di Gedung Kesenian Jakarta. Komunitas ini berdiri dari tahun 1976 dan hingga kini sudah mencapai 3 generasi dengan anggota sekitar 70an orang. Kata Padneçwara sendiri berasal dari kata Padmi dan Iswara, bahasa Sansakerta yang berarti permaisuri Raja.

 Retno_Maruti.jpg

Dengan keahliannya, Retno Maruti dapat mengemas tarian klasik Jawa ini agar bisa dinikmati penonton masa kini. Dengan kesungguhannya, Retno Maruti dikenal sebagai sosok yang inspiratif dan panutan dalam seni tari Jawa. Hidupnya yang sedari kecil sudah menari membawa Ia sampai saat ini. Sejak umur 5 tahun, Maruti sudah mengenal tarian, gamelan, macapat, dan suluk. Di kelas 3 SD pun, Ia sudah belajar tarian keraton. Kepiawaiannya sudah terlihat ketika Ia menari di Sendratari Ramayana sebagai Kijang Kencana saat duduk di bangku 3 SMP. Maruti menciptakan karya tarian pertamanya dengan nama Langendriyan Darmawan di tahun 1969. Berkat kesetiaan ini, bersama suaminya, keduanya diberi gelar oleh Sri Sultan Paku Buwono XII dengan nama Kanjeng Mas Ayu Kumalaningrum dan Kanjeng Raden Tumenggung Honggodipuro. Selain menjadi penari, Retno Maruti juga menjadi dosen seni pertunjukan di IKJ dan juga penata rias. 

Lakon Savitri yang merupakan sebagian kecil cerita dari epos Mahabarata ini pernah ditampilkan di tahun 1978. Dengan interpretasi yang lebih detail dan dinamis, pertunjukan di tahun 2011 kemarin lebih membawa perbedaan. Konsepnya pun tergolong berani karena Retno Maruti dapat memadukan gaya tari Yogyakarta dan Surakarta yang selalu dikenal serupa tapi tak sama. Dengan 9 penari perempuan bergaya Surakarta dan 9 penari laki-laki bergaya Yogyakarta, keduanya berhasil menjadi perpaduan yang harmonis.

Sebagai bentuk perjalanan, Pentas lakon Savitri membawa makna bagi sanggar tari Padneçwara. Selama 35 tahun lebih ini Padneçwara dibawah naungan Retno Maruti dan suaminya dapat mengarungi jaman untuk tetap membawa nilai-nilai Jawa dalam tarian di tengah dunia yang sekarang. 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos