Kota Tulungagung bisa ditempuh melalui jalan darat dalam waktu satu jam perjalanan dari kota Kediri Jawa Timur. Kota kabupaten ini tergolong sebagai kota kecil, namun daerah ini cukup terkenal dengan kekayaan alamnya berupa batuan marmer yang terhampar di pebukitan desa Gamping dan desa Besole kecamatan Campurdarat yang berjarak sekitar lima belas kilometer dari pusat kota Tulungagung. Desa Gamping dan desa Besole merupakan daerah pesisir pantai yang panas dan gersang. Hanya berjarak kurang lebih empat kilometer dari bibir pantai selatan pulau Jawa yang terkenal dengan mitos penguasa laut selatan Nyi Roro Kidul. Namun kehidupan perekonomian desa-desa ini justru berkembang bukan semata karena adanya lokasi wisata pantai, tapi roda perekonomian tumbuh berkat kekayaan alam berupa batuan marmer yang terdapat di bukit-bukit pinggiran pantai desa Besole.
Daerah kering dan gersang merupakan predikat yang menempel sejak lama di wilayah kecamatan Campurdarat tersebut, sebelum tahun delapan puluhan, daerah ini merupakan daerah pertanian dengan pola sawah tadah hujan. Ladang jagung dan industri pengolahan batu gamping menjadi sumber mata pencaharian masyarakat desa tersebut. Dan bila masa paceklik tiba, atau musim kemarau dan persawahan sudah tidak bisa diandalkan lagi, mereka pergi merantau ke kota untuk mengadu peruntungan.
Namun sejak tahun 1980-an, kekayaan alam yang tadinya tersembunyi dalam bongkahan batu-batu besar di pebukitan, mulai ada yang melirik untuk dijadikan sumber penghidupan. Batu-batu besar yang tadinya dianggap sebagai sumber kesengsaraan dan tidak memberikan berkah untuk kehidupan masyarakat desa tersebut akhirnya berbalik memihak pada perubahan nasib warga menjadi lebih baik. 124 jutaan meter kubik batu marmer menjadi tabungan daerah kering tersebut untuk diolah dan memberikan harapan hidup lebih baik buat generasi mereka berikutnya nanti. Namun meskipun kenyataannya, hanya beberapa yang bisa beruntung menjadi pengusaha maupun pengrajin batu mamer, selebihnya setidaknya bisa terserap sebagai tenaga kerja dan tidak perlu lagi merantau untuk mencari peruntungan ke kota.
Banyak pengusaha dan pengrajin bermunculan di awal era 80-an, rata-rata dengan bermodal kecil dan berbekal pendidikan sekolah dasar serta sekolah menengah mereka berhasil menaklukkan kerasnya batu menjadi sebuah peluang dan meningkatkan taraf hidup yang tadinya berprofesi sebagai petani sawah tadah hujan. Dari modal membeli bongkahan batu marmer atau batu onyx mentah seharga 1 jutaan sampai yang sudah mampu membeli bongkahan batu satu ton dengan harga hingga 200 jutaan, membuktikan kerasnya perjuangan warga desa Gamping untuk membalik nasib mereka menjadi lebih baik. Mereka sungguh keras dalam bekerja seperti kerasnya batuan yang banyak terdapat di tempat tinggal mereka.
Lantai atau ubin marmer merupakan hasil terbesar dari industri yang tumbuh di desa Gamping dan Besole. Namun berkat kreatifitas dan permintaan pasar, khususnya karena pasar terbesar adalah permintaan para perancang bangunan dan perancang interior bangunan, industri batu marmer ini mempunyai turunan anak usaha bidang kerajinan yang memberikan peluang baru untuk masyarakat menekuni seni rupa tiga dimensi dengan material batuan. Akhirnya muncul karya-karya kerajinan batu onyx yang dibuat dengan berbagai bentuk, mulai dari patung, guci, vas bunga, meja hingga kitchen set. Harganyapun bervariasi, mulai dari produk kerajinan yang berukuran kecil hingga seukuran mobil pun ada, dengan harga mulai dari Rp.2500-an sampai puluhan juta.
Belajar dari desa nan kering dan panas ini mungkin bisa memberikan sedikit pencerahan saat kitapun ingin mengapresiasi karya-karya mereka dengan menggunakan hasil kreasi masyarakat desa Gamping sebagai bagian dari rumah kita. Atau bahkan mewujudkan kreasi rancangan kita melalui tangan-tangan mereka. Setidaknya hasil jerih payah dan cucuran keringat warga desa pesisir pantai selatan ini sudah diterima oleh kalangan arsitek dan masyarakat di negara-negara Eropa dan Amerika. Dan yang tidak kalah pentingnya, perlu juga perhatian yang super ketat dari pemerintah serta masyarakatnya sendiri mengenai tata cara penambangan batu serta menata keseimbangan alam yang telah memberikan banyak berkah buat kehidupan warga desa. Kebaikan yang diraih dengan kerasnya usaha untuk bertahan dan hidup dengan kekayaan alam mereka, membuat masyarakat desa Gamping dan Besole tidak perlu lagi mencari peruntungan di tempat lain saat kemarau tiba. Salam Kratonpedia.
Tobong gamping, atau usaha pembakaran batu gamping dulunya menjadi primadona
Jagung banyak ditanam di desa Gamping yang tanahnya tandus dan berbatu
Batu siap diangkat dengan katrol manual untuk dipotong
Memotong bongkahan batu marmer besar menjadi lempengan
Lempengan marmer mentah yang selesai dipotong
Bongkahan besar batu mamer dipotong dengan gergaji super besar secara paralel
Mengolah batu onyx menjadi barang pajangan
Warga desa Gamping trampil mengolah batu menjadi lebih bernilai
Kerajinan dari jenis batu kalipun mulai bermunculan
Daerah tandus itu masih bisa memberikan harapan
(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)