Menyusuri Lorong Kotagede

Foto oleh : Aan Prihandaya
Pin It

01.jpg

Kotagede yang terletak sekitar 8 kilometer arah tenggara kota Yogyakarta dikenal sebagai sentra produksi kerajinan perak. Logam yang satu ini memang punya andil besar dalam "mengangkat" nama Kotagede di bidang pariwisata. Namun bila ditelusuri lebih jauh, Kotagede masih memiliki beragam potensi yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah situs kota tua peninggalan kerajaan Mataram Islam yang bersisihan dengan bangunan-bangunan berarsitektur unik milik para konglomerat jaman dahulu, yang disebut sebagai kaum Kalang.

Menurut Babad Tanah Jawi, Kotagede didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan di daerah hutan Mentaok. Ketika putranya, Sutawijaya menjadi raja Mataram dan bergelar Panembahan Senopati, hutan Mentaok dibangun menjadi ibukota kerajaan Mataram. Namun di bawah pemerintahan Sultan Agung,  ibukota kerajaan dipindahkan ke Kerta.

Meski hanya sekitar 58 tahun menjadi ibukota kerajaan, Kotagede telah memiliki tata ruang dan komponen-komponen sebagai pusat pemerintahan kerajaan. Buktinya adalah adanya peninggalan kraton, benteng, masjid, pasar serta makam. Meskipun di beberapa tempat yang tersisa tinggal reruntuhan batu bata yang berserakan, bahkan difungsikan sebagai tembok rumah penduduk.

Bila memasuki kawasan selatan Kotagede, tepatnya di sekitar kampung Dalem dan Alun-alun seperti dilingkupi suasana magis. Tembok benteng tebal, pohon beringin tua serta bangunan-bangunan joglo berusia ratusan tahun membuat kita terasa masuk dalam dunia yang berbeda. Suasana sakral terasa begitu pekat di kawasan ini. Mungkin karena tata ruang dan atmosfer masa lalu yang bertahan selama ratusan tahun tanpa banyak perubahan. Di sini terdapat sisa-sisa kerajaan Mataram Islam, termasuk makam Panembahan Senopati dan keluarganya. Terdapat pula masjid Mataram, yaitu masjid kuno yang dibangun saat Panembahan Senopati berkuasa.

02_1.jpg

Masjid Mataram merupakan masjid tertua di Yogyakarta, selesai dibangun sekitar tahun 1589.

Bergeser ke utara terdapat pasar Kotagede. Pasar tradisional yang ada sejak masa Panembahan Senopati ini  dibangun sebagai salah satu unsur Catur Gatra, yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat pada zamannya. Pasar ini tumbuh pesat, hingga membuat Kotagede sempat dikenal dengan nama Sargede atau Pasar Gede. Keriuhan pasar Kotagede masih bisa dirasakan hingga sekarang. Bahkan setiap sore berbagai jajanan tradisional hingga lauk pauk dijajakan di sini. Pasar Kotagede pada sore hari berubah menjadi pasar kuliner yang menarik untuk dikunjungi.

Di sebelah barat pasar terdapat kampung Jagalan dan Tegal Gendu. Di sini bisa ditemui gang-gang sempit yang menyisakan kejayaan saudagar perak masa lalu. Masih banyak tersebar rumah-rumah besar dan mewah yang disebut sebagai Omah Kalang. Rumah-rumah tersebut dahulu adalah milik masyarakat Kalang, yang konon mewariskan ketrampilan berdagang dan pengrajin perak di Kotagede. Menurut cerita, kaum Kalang adalah pengrajin perhiasan andalan dari keluarga kraton Yogyakarta, namun karena persengketaan sosial, kelompok ini “terusir” ke Kotagede dan tinggal di sana. Entah benar atau tidak cerita tersebut, namun rumah-rumah mereka menunjukkan kemewahan pada jamannya. Ukir-ukiran yang dipahatkan pada kerangka bangunan dipadu dengan penggunaan kaca warna warni membentuk mozaik menunjukkan sebagai rumah mewah dan mahal. Omah kalang pada dasarnya adalah bangunan unik perpaduan budaya Jawa dan arsitektur Eropa.

Di utara pasar Kotagede, terdapat kampung Basen yang dilewati oleh jalan Kemasan. Di sepanjang jalan ini berderet sejumlah toko kerajinan perak dan tembaga. Apabila mau melongok ke dalam kampung menyusuri gang-gang yang cukup kecil, akan ditemui berbagai rumah industri perak, tembaga, batik dan kerajinan lainnya. Berbeda dengan di Tegal Gendu yang ditempati pengusaha perak kelas atas, di kampung Basen ini rata-rata adalah pengrajin skala kecil. Namun jangan kuatir, karena para pengrajin di kampung Basen ini tetap memberikan kualitas pekerjaan yang prima.

Berjalan menyusuri Kotagede seakan tidak ada habisnya. Bila lapar, di kawasan ini tersedia berbagai tempat makan kelas atas hingga kelas  backpacker. Di jalan Mondorakan terdapat restoran Omah Dhuwur dengan nuansa arsitektur omah kalang. Masih banyak pilihan lain seperti sate Karang di pinggir lapangan Karang atau soto lenthog yang sedap di jalan Kemasan. Jangan lupa, sebelum meninggalkan Kotagede, tidak ada salahnya berbelanja oleh-oleh jajanan khas Kotagede di sekitar kampung Jagalan. Salam Kratonpedia.

03.jpg

Gapura masuk kawasan cagar budaya kampung Dalem.

04.jpg

Masih banyak rumah kuno yang masih berdiri dan ditempati.

05.jpg

Reruntuhan benteng di antara pemukiman penduduk.

06.jpg

Gapura yang menghubungkan halaman masjid dengan kompleks makam Panembahan Senopati.

07.jpg

Berbincang sambil menikmati es dawet di pasar Kotagede.

08a.jpg

Banyak ditemui lorong sempit dan berliku yang membatasi rumah-rumah tua.

09.jpg

Omah Kalang di lorong Jagalan.

10.jpg

Pintu berukir di omah kalang yang menunjukkan kemewahan pada jamannya.

11.jpg

Turis asing menikmati keelokan budaya di kawasan Kotagede.

(Teks dan Foto: Aan Prihandaya/Kratonpedia)

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos