Nginang Karo Ngilo (Nginang Sambil Berkaca)

Foto oleh : Stefanus Ajie
Pin It

Menikmati_Kinang.jpg 

Dimulainya upacara sekaten ditandai dengan dibunyikannya dua perangkat gamelan peninggalan para Wali yang diberi gelar Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu. Nada - nada elok nan mistis terdengar dari dua perangkat  Gamelan Jawa yang dimainkan secara bergantian di pelataran Mesjid Agung Kraton Kasunanan Surakarta. Di sekitarnya terdengar suara riuh dari berderet-deret penjual kinang atau sirih yang rata–rata adalah perempuan-perempuan lanjut usia. Kinang ini biasanya dijual berbarengan dengan endok amal (telur asin) dan kembang setaman. Para pembelinya pun kebanyakan terdiri dari para perempuan lanjut usia. Mereka percaya dengan mengunyah kinang pada saat Gamelan Sekaten dibunyikan, akan membuat mereka tetap awet muda.  Para pengunjung rela berdesakan agar bisa menyaksikan dari dekat gamelan Sekaten dimainkan, dan dinikmati sambil mengguyah kinang (nginang). Disaat waktu jeda, sambil menunggu gamelan dimainkan lagi, para pengunjung mengisi waktu dengan menikmati aneka jajanan khas sekaten seperti wedang ronde, cabuk rambak dan nasi liwet, sambil bercengkrama menikmati kesejukan pepohonnan di pelataran Masjid Agung Kraton Kasunanan Surakarta.

Kinang adalah racikan dari tembakau kering, kembang kanthil, daun sirih, gambir, dan injet (kapur sirih). Tradisi nginang sudah menjadi bagian dari keseharian hidup para perempuan Jawa sejak zaman dahulu. Sebagai pengisi waktu luang dan untuk menemani obrolan-obrolan santai, kinang selalu hadir disitu sebagai pelengkap suasana. Cara menikmati kinang tergolong unik. Racikan daun sirih, injet dan gambir dikunyah hingga memerah di dalam mulut, lalu tembakau kering dibulatkan dan diletakkan di bibir sehingga bercampur dengan cairan merah dari daun sirih, gambir dan injet tadi. Bunga atau kembang kanthil berfungsi mewangikan tembakau. Tidak ikut dikunyah tapi cukup diselipkan diatas telinga untuk mempercantik diri.

Rasa pahit yang harus dihadapi ketika mengunyah racikan itu, mendapatkan imbalannya dengan ketenangan dan kenyaman hati para penikmatnya. Dengan kinang, para leluhur mengajari kita untuk berani menghadapi kepahitan dan kegetiran hidup, bahkan menikmatinya dengan penuh penghayatan untuk mendapatkan kehidupan yang tenang dan nyaman. Kini wanita-wanita tua penjual kinang sekatenan itulah yang tetap membawa pesan luhur itu ke dalam zaman modern sekarang ini. Tanpa disadari oleh mereka sendiri, mereka telah menjadi pecinta sekaligus pelestari budaya yang tetap menghidupkan suasana tradisi perayaan sekaten dengan berbagai nilai-nilai budaya luhur yang terkandung di dalamnya. Salam Kratonpedia.

Meunggu_Gamelan_Sekaten_Dimainkan.jpg Meunggu Gamelan Sekaten Dimainkan 

Rela_Berdesakan_Demi_Menyakisan_Gamelan_Sekaten_Pertama_Dimainkan.jpg   Rela berdesakan demi menyakisan gamelan sekaten pertama dimainkan 

Gamelan_Sekaten.jpg Gamelan Sekaten mulai ditabuh

Suasana_Keramaian_Di_Pelataran_Masjid_Agung_Surakarta.jpg   Suasana Keramaian Di Pelataran Masjid Agung Surakarta

1_racikan_kinang_relatif_murah__cuma_Rp_1000.jpg    Satu racikan kinang harganya relatif murah, hanya Rp 1000 per paketnya

Kinang_Biasa_dijual_bersama_Telur_Asin__ndok_amal__dan_Kembang_Setaman.jpg Kinang biasa dijual bersama telur asin (ndok kamal) dan kembang setaman

Penjual_Kinang_Kebanyakan_adalah_mereka_para_wanita_usia_lanjut.jpg Penjual Kinang Kebanyakan adalah mereka para wanita usia lanjut

Meracik_Kinang.jpg Meracik kinang, daun sirih ditambahkan injet dan gambir disatukan sebelum dikunyah

Tetap_semangat_menghadiri_Sekaten__walau_di_usia_senja.jpg Tetap semangat menghadiri sekaten, walau di usia senja 

(teks dan foto : Stefanus Ajie)

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos