Sang Cipta Rasa

Foto oleh : Wd Asmara
Pin It

rasa5_1.jpg 

Siang itu kota Cirebon agak mendung, tapi hawa panas menyengat kulit hingga cukup membuat keringat menetes perlahan. Hawa yang umum dirasakan di daerah pesisir akibat hembusan angin laut yang menerobos kota membuat tubuh sedikit dehidrasi. Selepas dari Kraton Kasepuhan Cirebon dengan menyusuri jalanan yang tidak terlalu ramai akhirnya sampai di sebuah Masjid tua di kota Cirebon. Sang Cipta Rasa, begitulah nama yang sangat unik untuk ketidaklaziman pemberian nama sebuah Masjid di negeri Ini.

Sepintas sudah terasa hawa sejuk saat baru menginjakkan kaki di halaman belakang  pintu masuk area Masjid, beberapa pepohonan besar di luar komplek Masjid ditambah dengan gaya bangunan yang dipagari tembok bata merah membuat rasa gerah mulai sedikit hilang.

Saat mulai memasuki areal dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa, entah bagaimana mengejanya secara benar, namun terpikirkan untuk menanyakan kepada pengurus Masjid tersebut apa maksud dari nama Masjid itu. Dan diceritakan bahwa dalam  nama tersebut mengandung  arti bahasa bahwa Sang itu berarti Keagungan, kemudian Cipta mempunyai arti Membangun dan Rasa artinya Digunakan. Tapi penggabungannya bisa mempunyai berbagai makna tergantung sudut pandang yang dipakai. Bisa saja mempunyai makna bahwa Masjid ini dibangun dengan nilai luhur untuk manfaat yang sebesar-besarnya.

Bangunan Masjid yang terdiri dari material utama kayu-kayu dengan kualitas sangat bagus dan menggunakan tiang utama dari tatal yaitu berupa serpihan kayu-kayu kecil yang disatukan membentuk kayu pilar yang kuat. Sehingga sering dikatakan Masjid ini disangga oleh saka tatal, yang merupakan karya kreatif Sunan Kalijaga dengan makna kegotong royongan akan membawa persatuan. Masjid ini dibangun pada tahun 1480 dengan salah satu cirinya  penggunaan batu bata merah yang mirip dengan  gaya arsitektur Pura dan Puri di Bali. Masjid ini berdiri berkat peran dari Wali Songo yang diketuai Sunan Gunung Jati dan sebagai arsiteknya adalah Sunan Kalijaga.

Masjid Sang Cipta Rasa yang berada di sebelah barat alun-alun Kraton Kasepuhan Cirebon ini konon dibangun oleh tenaga yang didatangkan dari Demak, Majapahit dan dari Cirebon sendiri. Kurang lebih melibatkan sekitar lima ratus orang yang didatangkan oleh Raden Sepet seorang arsitek asal Majapahit yang merupakan tahanan perang masa Demak-Majapahit. Dan merupakan balas jasa dari Kerajaan Demak atas bantuan Cirebon dalam penyerbuan ke Majapahit.

Masjid ini mempunyai ruang utama yang megah dengan luasan 400m2 dan berbentuk bujur sangkar. Bentangan kayu-kayu yang kokoh menyangga atap dan sekaligus memberikan keindahan sebuah rancang bangun yang menyerupai karya seni instalasi. Total jumlah ruangan ada lima yaitu satu ruang utama, tiga serambi dan satu ruang belakang.  Terdapat sembilan pintu pada ruang utama sebagai simbol keberadaan Wali Songo,  dan uniknya pintu ini lebih menyerupai sebuah celah yang lebarnya hanya seukuran tubuh orang dewasa itupun dalam posisi merunduk.

Satu lagi keunikan yang menjadikan Masjid ini benar-benar mempunyai daya magnet dikala itu untuk mendatangkan orang supaya tertarik mempelajari ajaran Islam. Adanya tempat wudlu dengan air abadi atau tidak pernah kering yang berdampingan dengan  sumur zam-zam atau banyu cis, konon air ini selain bisa untuk pengobatan, juga bisa untuk menguji kejujuran seseorang. Dan hingga kini sumur tersebut masih selalu ramai dikunjungi masyarakat baik dari Cirebon maupun dari berbagai penjuru tanah air disaat bulan Ramadhan tiba.

Bagi masyarakat di Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemah Wukuk lokasi Masjid ini, sudah terbiasa pada setiap hari Jum’at mendengar kumandang adzan yang berbeda dengan Masjid kebanyakan di belahan dunia manapun. Yaitu kumandang adzan yang dibawakan oleh tujuh orang yang mengenakan baju jubah serba putih, dan terkenal dengan istilah adzan pitu atau adzan tujuh. Yang ternyata pada jaman dulu disaat masa awal Islam masuk ke Cirebon adzan pitu ini dikumandangkan saat menjelang sholat Subuh sebagai cara menolak pengaruh sihir dari beberapa kelompok masyarakat yang belum menerima ajaran Islam di masa itu.

Terlepas dari sejarah keberadaannya, disaat berada dalam ruangan Masjid tersebut terasa sebuah keheningan yang sangat menenangkan batin dengan  ruangan berhawa sejuk serta pencahayaan yang redup dari sumber angin dan sinar matahari yang menerobos masuk melalui jendela kaca lukis yang cantik. Tak ubahnya sebuah karya seni yang tidak ternilai dari masa lalu yang masih bisa terus dinikmati hingga akhir jaman. Tergantung seberapa besar rasa memiliki itu menjadikan Sang Cipta Rasa semakin kokoh berdiri menyebarkan cerita kebaikan untuk masyarakat Cirebon dan seluruh dunia.

Sinar matahari siang itu sudah mulai meredup, sore sudah hampir tiba. Dengan sedikit  membawa cerita akan kehebatan Wali Songo dan Masjid Agungnya, langkahpun harus diteruskan dan mulai meninggalkan halaman Masjid yang tidak bercungkup tersebut untuk menelusuri kisah-kisah menarik dibalik indahnya bangunan berbata merah berikutnya di kota Cirebon.Salam KratonPedia.

rasa2_1.jpg 

rasa1_1.jpg 

rasa6_1.jpg 

rasa4_1.jpg 

rasa12_1.jpg 

rasa3_1.jpg 

rasa7_1.jpg 

rasa8_1.jpg 

rasa14_1.jpg 

rasa11_1.jpg 

(teks dan foto : Wd Asmara/KratonPedia) 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos