Sate Lilit, Sebuah Berkah Penuh Makna

Foto oleh : Wd Asmara
Pin It

 lilit7_1.jpg

Saat melihat pantai di pulau Bali, bagi kebanyakan orang akan terlintas imajinasi sebuah pemandangan laut biru dan perempuan bule sedang berjemur mengenakan bikini. Itu adalah fakta yang memang banyak dijumpai di tepian pantai-pantai indah pulau mungil ini. Tapi ada aktifitas lain yang juga cukup sering dijumpai di pantai Bali, yaitu kegiatan para nelayan yang pulang dari melaut dengan bawaan beberapa keranjang besar ikan segar khususnya ikan tuna dan ikan marlin.

Dengan hasil laut yang cukup melimpah di pulau ini, terbayang sebuah olahan yang dibuat dari bahan ikan laut segar tersebut saat melintas di jalan raya menuju Ubud dari Denpasar Timur. Ada sebuah warung kecil persis di pinggir jalan yang cukup padat, kalau sepintas dirperhatikan warung tersebut kurang menarik dan tidak menyediakan tempat duduk yang memadai.

Karena untuk menjawab rasa penasaran, akhirnya tidak ada salahnya berhenti sejenak untuk melihat dari dekat aktifitas warung kecil tersebut. Tercium aroma lezat dari paduan wangi daging ikan laut dan basa genep atau bumbu khas berupa adonan kencur, kelapa parut, sereh, kunyit, bawang putih, lada dan rempah-rempah lain yang khas dari menu-menu kuliner Bali. Bara dari arang yang memerah mengepulkan asap putih yang menambah aroma lezat tersebut kian menyebar dan mulai menggoda beberapa pengguna jalan.

Sate lilit ikan tuna atau orang bali menyebutnya be paseh tampak berjejer di meja menunggu pelanggan melahapnya. Akhirnya terjawab sudah bayangan akan kelezatan olahan dari ikan hasil tangkapan para nelayan pinggir pantai tadi. Benar-benar godaan yang menyenangkan dari sate yang berwarna kuning kunyit dengan tekstur lembut perpaduan daging ikan tuna yang dicincang halus dengan kelapa muda parut. Dan nama sate lilit memang jelas terlihat dari cara membuatnya yang cukup mudah dengan melilitkan campuran bahan tadi ke batang tusuk sate yang terbuat dari potongan-potongan  pipih tangkai daun kelapa.

Dari sate lilit yang saat masih mentah berwarna kuning cerah ini setelah dibakar akan menjadi kuning kecoklatan agak gosong sedikit, dan inilah yang makin membuat aroma dan rasa gurih pedas sate ini terasa lezat menggoda lidah. Harga yang relatif murah dengan Rp.1000 per tusuknya membuat menu ini sangat diminati masyarakat Bali khususnya di seputar jalan raya Denpasar - Ubud ini. Rasa lezat dan kecukupan gizi yang memadai  menjadikan sate lilit  ini favorit untuk dibungkus dan dibawa pulang pelanggan yang sudah mengantri sejak dibukanya warung jam 8 pagi.

Sate lilit ini biasanya disajikan untuk lauk nasi campur khas Bali, atau juga nikmat jika dihidangkan dengan ketupat dan sup ikan bumbu kuning serta plecing kangkung yang pedas. Jadi sebenarnya menu ini juga sering disajikan masyarakat muslim Bali yang merayakan Idul Fitri bersama keluarganya. Citarasa pedas dan bumbu rempahnya membuat sate ini mudah diterima oleh lidah masyarakat pendatang atau para pelancong yang berkunjung ke Bali.

Keistimewaan sate lilit ikan tuna ini adalah mempunyai keterkaitan yang erat dengan hampir semua bentuk upacara adat dan keagamaan di Bali. Sate lilit biasa digunakan dalam upacara adat Netonan atau kalau orang Jawa Wetonan, Galungan, Kuningan dan beberapa upacara lain termasuk Piodalan sebuah Pura.

Sate lilit sebenarnya mengandung makna budaya yang diwariskan oleh para leluhur kepada masyarakat Bali. Karena kata lilit tersebut diambil dari kata kilit atau ikat yang maksudnya adalah sebagai pemersatu. Jadi menu tradisional ini sudah dari dahulu kala oleh para leluhur masyarakat Bali digunakan untuk simbol pemersatuan dan masyarakat Bali tidak bisa dipisahkan oleh siapapun. Selalu ada makna dalam setiap rasa syukur atas berkah yang diberikan Tuhan kepada umatnya. Salam KratonPedia.

lilit2_1.jpg 

lilit3_1.jpg 

lilit5_1.jpg 

lilit4_1.jpg 

lilit9_1.jpg 

lilit1_1.jpg

lilit8_1.jpg 

(teks dan foto : Wd Asmara/KratonPedia)

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos